Lingga,simakkepri.com – Sejak pemerintah membuka kran ekspor komoditas tambang mineral, termasuk bauksit dengan persyaratan tertentu, terutama komitmen membangun smelter, sejumlah pengusaha tambang dari berbagai daerah mulai kasak kusuk melirik Kabupaten Lingga, sebagai salah satu daerah pemilik kandungan bahan tambang terbesar di wilayah Kepulauan Riau (Kepri).
Mencermati fenomena ini, Bupati Lingga, Alias Wello mengingatkan, agar Gubernur Kepri, Nurdin Basirun, tidak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah kerjanya sebelum masalah reklamasi dan pasca tambang sebagaimana diamanahkan dalam Undang – Undang Nomor : 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, dibereskan terlebih dahulu.
“Saya sudah dapat laporannya. Saya tidak anti investasi tambang, tapi harus pro rakyat, bermitra dengan badan usaha milik daerah dan mampu menjaga keseimbangan lingkungan. Jadi, saya ingatkan, sebelum masalah reklamasi dan pasca tambang dibereskan, jangan terbitkan IUP di Lingga,” tegas Bupati Lingga, Alias Wello dalam keterangan persnya. Jumat (2/2/2018).
Mantan Ketua DPRD Lingga yang akrab disapa Awe ini, mengaku geram melihat tingkah laku para pengusaha tambang bauksit, bijih besi, timah dan pasir yang pernah beroperasi di bumi Bunda Tanah Melayu itu. Bagaimana tidak, setelah kegiatan pertambangannya berakhir, mereka pergi begitu saja, tanpa melakukan kegiatan reklamasi dan pasca tambang.
“Masalah lingkungan ini sangat penting dan sudah menjadi issue strategis bagi pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Jadi, jangan dianggap remeh. Dampaknya bisa mendatangkan bencana sosial bagi daerah,” tuturnya.
Sebagai pemegang amanah rakyat Lingga, Awe berjanji tidak akan membiarkan tempat kelahirannya itu porak – poranda akibat kegiatan pertambangan yang tidak berwawasan lingkungan. Ia sadar, bahwa kewenangannya di bidang pertambangan sudah beralih ke Gubernur, namun kewenangan di bidang lingkungan hidup masih berada di tangannya.
“Saya sudah mengingatkan mereka, agar segera melakukan kegiatan reklamasi dan pasca tambang. Tapi, tak ada satu pun yang melaksanakannya. Saya tahu, bahwa kewenangan di bidang pertambangan itu, sudah beralih ke Gubernur. Tapi, ingat! Masalah lingkungan hidup, masih kewenangan kabupaten,” bebernya.
Ketika ditanya apa tindakannya menyikapi sikap bandel para pengusaha tambang ini, Awe mengaku sudah melaporkannya kepada Gubernur Kepri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri. Namun, hingga saat ini, belum terlihat adanya upaya kongkrit dari pemilik kewenangan untuk menyelesaikan persoalan pasca tambang di Lingga itu.
“Anda pasti tahu, kami sudah mengundang KPK dan bicara soal kemana dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang Lingga itu berada? Kejaksaan Tinggi Kepri juga sudah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan, tapi kami tak tahu apa hasilnya? Faktanya, lahan pasca tambang di Lingga, masih terbiar gersang, tanpa kegiatan pemulihan lingkungan,”ungkap Awe.
Sebagaimana diketahui, sejak terbitnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan dibidang pertambangan dialihkan dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi. Termasuk kegiatan pasca tambang sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang dan Permen ESDM No. 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.(rey)